.quickedit {display:none;}

Sunday, June 9, 2013

UAS Filsafat





MATA KULIAH      : FILSAFAT ILMU
NAMA                       : MUJIYANTO
NIM/KELAS             : 06 122603069/SORE          

                       

  1. Ontologi dalam lapisan  ilmu.
a.      Bagaimana letak ontologi dalam perkembangan ilmu dan pembentukan warga negara yang baik dan bermoral
JAWAB:
Letak Ontologi Dalam Perkembangan Ilmu
Ontologi dalam filsafat ilmu adalah studi pengkajian mengenai sifat dasar ilmu yang arti sifat dasar itu membentuk arti, struktur, dan prinsip ilmu. Ontologi: adalah cabang filsafat mengenai sifat (wujud) atau lebih sempit lagi sifat fenomena yang ingin kita ketahui. Dalam ilmu pengetahuan sosial ontologi terutama berkaitan dengan sifat interaksi sosial. Menurut  Stephen Litle John, ontologi adalah mengerjakan terjadinya pengetahuan dari sebuah gagasan kita tentang realitas. Van Veursen menggambarkan bahwa ilmu itu memiliki struktur seperti bangunan yang tersusun atas batu bata dan ontologi menempati posisi yang paling dasar. Dengan kata lain ontologi menempati posisi landasan terdasar dari pondasi ilmu dimana di situlah terletak ”Undang-undang dasarnya” dunia ilmu.
Fenomena ilmu dapat dianalogikan sebagai sebuah fenomena gunung es di tengah lautan, dimana yang nampak oleh mata kita adalah kerucutnya saja yang tidak begitu besar, namun jika kita selami lebih mendasar akan tampak fenomena lain yang luar biasa dimana ternyata kerucut yang tampak tersebut merupakan puncak dari sebuah gunung yang dasarnya jauh berasal dari dalam lautan.Ternyata sains atau ilmu tidak sesederhana yang kita bayangkan. Sebagai pengguna kita hanya memandang bahwa ilmu  hanya berkutat pada pembahasan berbagai teori, riset, eksperimen, atau rekayasa berbagai macam teknologi. Ilmu ternyata merupakan sebuah dunia yang  memiliki karakter dasar, prinsip, dan struktur yang kesemuanya itu menentukan arah dan tujuan dari pemanfaatan ilmu.
Letak ontologi dalam pembentukan warga negara yang baik dan bermoral
Pengembangan kebudayaan Nasional Indonesia ditujukan kearah terwujudnya suatu peradaban yang mencerminkan aspirasi dan cita-cita Bangsa Indonesia. Pancasila yang merupakan filsafat dan pandangan hidup Bangsa Indonesia merupakan dasar bagi pegembangan peradaban tersebut. Proses pengembangan kebudayaan ini pada dasarnya adalah penafsiran kembali dari nilai-nilai konvensional agar lebih sesuai dengan tuntutan zaman serta penumbuhan nilai-nilai baru yang fungsional. Untuk terlaksananya kedua proses dalam pengembangan nasional tersebut maka diperlukan sifat kritis, rasional, logis, obyektif, terbuka, menjunjung kebenaran dan pengabdian universal. Ontologi merupakan cikal bakal pembentukan sebuah peradaban. Artinya baik buruknya suatu peradaban ditentukan oleh ontologi tersebut.
Manusia yang menjadi bagian peradaban tersebut terus memikirkan ke arah mana suatu negara akan dibawa. Dalam penafsiran yang lebih luas dari ontologi, dapat ditekankan lebih lanjut bahwa mesin realitas yang obyektif itu selalu mengontrol segala kejadian melampaui ilmu-ilmu pengetahuan fisika. Kemudian dalam masalah etika, beberapa penganut filsafat realisme yang berketuhanan berpegang pada hukum-hukum moral di dalam alam, kita akan melihat bagaimana seringnya kata alam dan alamiah masuk ke dalam pembicaraan dan diskusi ahli-ahli filsafat dan penganut realisme. Jadi, dengan adanya ontologi akan adanya sebuah dunia yang penuh dengan benda-benda yang senantiasa bergerak, seperti mekanisme yang dikaruniai pola, keterangan dan gerakan harmonis.
Bergerak, seperti mekanisme yang dikaruniai pola, keterangan dan gerakan harmonis itulah tercermin dalam sebuah ”undang-undang” yang mengatur segala aktivitas agar tidak terjadi benturan antar komponen-komponen. Sebagai contoh, untuk membentuk warga negara yang baik dan bermoral, di negara kita pernah tercatat dalam sejarah mengenai sejarah pembentukan Pancasila yang dilakukan oleh Negarawan-negarawan kita. Semua pendapat yang diajukan berangkat dari pemikiran dasar (ontologi). Pemikiran dasar inilah yang hakikatnya akan membawa manusia bermoral dan baik. Meskipun dalam praktiknya tidak sesuai dengan yang diharapkan (baik dan bermoral). Hal ini membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang ontologi. Dapat diakatakan bahwa ontologi mengajak kita untuk berpikir mendalam mengenai hakikat sesuatu itu.
b.      Bagaimana kedudukan epistimologi dalam filsafat ilmu? Dan bagaimana hubungan moral, seni, serta berikan contoh.
JAWAB:
Kedudukan epistimologi dalam filsafat ilmu
Epistimologi berasal dari asal kata "Episteme" dan "logos" episteme berarti pengetahuan dan logos berarti teori bahwa efistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode dan validitas pengetahuan. Beberapa istilah yang sama dengan epistemologi ialah: Gnosiologi, Logika material, Criteriologi
Dan dalam rumusan lain disebutkan bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari soal tentang watak, batas-batas dan berlakunya ilmu pengetahuan apabila keseluruhan rumusan tersebut direnungkan maka dapat dipahami bahwa prinsipnya epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan. Proses terjadinya pengetahuan menjadi masalah mendasar dalam epistemologi sebab hal ini akan mewarnai pemikiran kefilsafatannya pengetahuan didapatkan dari pengamatan inderawi tidak dapat ditetapkan apa yang subyektif dan apa yang obyektif, sedangkan pengalaman dengan akal hanya mempunyai fungsi mekanisme semata-mata, sebab pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses penjumlahan dan Pengurangan dan yang disebut pengalaman adalah keseluruhan atau totalitas segala pengamatan, yang disimpan di dalam ingatan dan digabungkan dengan suatu pengharapan akan masa depan, sesuai dengan apa yang telah diamati pada masa yang lampau. Sementara itu salah seorang tokoh empirisme yang lain berpendapat dan tidak lebih dari itu. Akal (rasio) adalah pasif pada waktu pengetahuan didapatkan, akal tidak melahirkan pengetahuan dari dirinya sendiri.
Satu-satunya sasaran obyek pengetahuan adalah gagasan-gagasan atau ide-ide yang timbulnya karena pengalaman lahiriyah (sensation) dan karena pengalaman batiniyah (revolution). Pengalaman lahiriyah mengajarkan kepada kita tentang hal-hal yang diluar kita, sedangkan pengalaman batiniyah mengajarkan tentang keadaan-keadaan psikis kita sendiri. Dikatakan, bahwa sifat pengamatan adalah konkret, artinya: isi yang diamati adalah sesuatu yang benar-benar dapat diamati hanya gagasan-gagasan yang konkretlah yang dapat dipakai untuk memikirkan gagasan-gagasan konkret lainnya.
Filsafat ilmu adalah hal yang mendasari atau makna yang terkandung dalam sebuah ilmu. Pemahaman akan filsafat ilmu disebut epistemologis. Filsafat adalah suatu wacana atau argumentasi mengenai segala hal yang bersifat universal yang dilakukan secara reflektif hingga sampai pada akar masalah yaitu suatu konsekuensi radikal, terakhir, dan sistematis guna mencapai suatu hakikat permasalahan.
Bagian yang dibicarakan dalam filsafat ilmu mengenai ilmu pengetahuan dan kebenaran. Craig (2005) melihat epistemologi adalah inti dari permasalahan filsafat mengenai hakikat, sumber, batas-batas ilmu pengetahuan. Artinya bahwa pengetahuan adalah keyakinan akan kebenaran, tetapi bukan semata-mata keyakinan yang benar. Misalnya keyakinan yang benar berdasarkan terkaan, tidak termasuk pengetahuan.
Epistemologis merupakan proses menyusun pendapat mengenai sesuatu hal yang berhubungan dengan mengetahui, pengetahuan, kepastian, atau kebenaran pengetahuan.
Hubungan Moral, Seni,
Kebenaran bagi kaum ilmuwan mempunyai kegunaan khusus yakni kegunaan yang universal bagi umat manuisa dalam meningkatkan martabat kemanusiannya. Secara nasional maka ilmuwan tidak mengabdi pada golongan, klik politik atau Kelompok-kelompok lainnya. Secara internasional kaum ilmuwan tidak mengabdi pada ras,ideology dan factor-faktor pembatas lainnya. Dua karakteristik ini merupakan asas moral bagi kaum ilmuwan yakni meninggikan kebenaran dan pengabdian secara universal. Setiap manusia memiliki penalaran yang luar biasa, maka sering orang berkata bahwa makin cerdas atau pandai kita menemukan kebenaran makin benar maka makin baik pula perbuatan kita. Atau sebaliknya semakin tinggi tingkat penalaran, makin berbudi sesorang tersebut sebab moral mereka dilandasi analisis yang hakiki atau sebaliknya semakin cerdas seseorang maka makin pandai pula kita berdusta dan begitu juga dengan kemajuan teknologi membuat semakin giat orang untuk bersaing. Demikian kemajuan teknologi membuat atau menuntut seseorang menghasilkan sesuatu.
Kreativitas sering dihubungkan dengan kreasi dibidang seni. Menurut Horace dan Ava C. English mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk menciptakan modus baru dalam ekspresi artistik. Dalam proses pengembangan kebudayaan nilai estetika mempunyai kedudukan yang khusus, dia bukan saja merupakan ekspresi yang menyimak keindahan yang hanya memperkaya khazanah batin, namun juga berfungsi sebagai media yang memperhalus budi pekerti, ”selalu terdapat ladang moral yang subur untuk pertumbuhan artistik yang luhur”. Dalam hal ini ilmu dan seni bersifat saling melengkapi, kalo ilmuwan mengkaji aspek yang bersifat generic dari ujud fisik, maka seniman menyentuh daerah yang paling pribadi, kemausiaan yang soliter dan unik .
Contoh :
1.      Seseorang dokter yang menemukan dan membuat virus, kemampuan membuat virus tersebut merupakan suatu ilmu kemudian manfaat virus tersebut dan kegunaannya merupakan peran moral. Jika peran moralnya negative maka virus digunakan untuk menghancurkan manusia atau mahluk hidup, tetapi jika dilandasai moral yang baik maka virus digunakan untuk meningkatkan kekebalan manusia atau melawan penyakit.
2.      Seseorang ahli kimia merakit sebuah bom, kemampuan   merakit tersebut merupakan suatu ilmu yang dimiliki oleh orang tersebut, kemudian apa manfaat dan kegunaan dari apa yang dibuatnya (bom) di sinilah peranan moral orang tersebut.





  1. Ilmu berkembang dengan teori dan cara berpikir sebagai sarananya
a.       Bagaimana Konsep kebenaran menurut rasionalisme, empirisme, teori   koherensi, dan teori korespondensi? berikan contoh sehingga jelas jawaban saudara dalam kehidupaan sehari hari.
JAWAB:
1)    Konsep kebenaran menurut rasionalisme
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang sebagai jenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak didalam ide kita, dan bukanya didalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna dan mempunyai ide yang sesuai dengan atau menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat didalam pikiran kita dan hanya diperoleh dengan akal budi saja.
Dengan memeberikan metode deduktif ini seorang penganut rasionalisme mengakui bahwa kebenaran-kebenaran yang dikandung oleh kesimpulan-kesimpulan yang diperolehnya sama banyaknya dengan kebenaran-kebenaran yang dikandung oleh premis-premis yang mengakibatkan kesimpulan-kesimpulan tersebut. Karena jika kita menginginkan agar kesimpulan-kesimpulan itu berupa pengetahuan, maka premis-premis haruslah secara mutlak. Misalnya ia yakin jika memahami makna yang terkandung dalam pernyataan “sebuah garis lurus merupakan jarak terdekat diantara dua buah titik”,maka kita mau tidak mau mengakui kebenaran pernyataan tersebut. Kebenaran yang menjadi aksioma.
2)      Teori Empirisme
Seorang empirisme berpendapat bahwa kita dapat memperoleh pengetahuan melalui pengalaman. Sifat yang menonjol dari jawaban ini dapat dilihat bila kita meperhatikan pertanyaan seperti : “Bagaimana orang mengetahui es membeku?” jawaban kita tentu berbunyi: “karena saya melihatnya demikian.” Atau karena seorang ilmuwan melihatnya demikian”. Dengan begitu dapat dibedakan dua macam unsure : pertama unsure yang mengetahui, dan kedua unsure yang diketahui. Orang yang mengetahui merupakan subyek yang memperoleh pengetahuan dan dikenal dengan perkataan yang menunjukan seseorang atau suatu kemampuan.
Pengetahuan diperoleh dengan perantaraan indera. John Locke bapak empirimisme dari Britania mengatakan bahwa pada waktu manusia dilahirkan akalnya merupakan sejenis buku catatan yang kosong (tabula rasa). Dibuku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman inderawi. Seluruh sisa pengetahuan kita peroleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama dan sederhana.
 
3) Teori Koherensi (coherence theory of truth)
Menurut teori koherensi, suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Bila pernyataan semua logam bila kena panas memuai adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa besi merupakan logam, sehingga bila besi kena panas memuai adalah pernyataan yang benar Matematika adalah bentuk pengetahuan yang penyusunannya dilakukan dengan pembuktian berdasarkan teori koherensi. Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322) telah mengembangkan teori koherensi berdasarkan pola pemikiran yang digunakan Euclid dalam menyusun ilmu ukurnya (Jujun .S., 2005 : 57). Teori koherensi menjadi dasar dalam pengembangan ilmu deduktif atau matematik. Nama ilmu deduktif diberikan karena dalam menyelesaikan suatu masalah atau membuktikan suatu  kebenaran tidak didasarkan pada pengalaman atau hal-hal yang bersifat faktual, melainkan didasarkan atas deduksi-deduksi atau penjabaran-penjabaran. Apa yang harus idpenuhi agar ciri-ciri deduksi dapat diketahui dengan tepat, merupakan masalah pokok yang dihadapi filsafat ilmu.
Pendirian yang banyak dianut sampai saat ini adalah :deduksi merupakan penalaran yang sesuai dengan hukum-hukum serta-serta aturan logika formal, dalam hal ini orang menganggap bahwa tidaklah mungkin titik tolak-titik tolak yang benar menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak benar. Secara sedehana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori koherensi suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Contoh:Bila kita menganggap bahwa ‘semua manusia pasti akan mati” adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “si Nur adalah seorang manusia dan si Nur pasti akan mati” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama. Matematika adalah bentuk pengetahuan yang penyusunannya dilakukan pembuktian berdasarakan teori koheren. System matematika disusun diatas beberapa dasar pernyataan yang dianggap benar yaitu aksioma.
4) Teori korespondensi (correspondence theory of truth)
Teori ini dikembangkan oleh Bertrand Russel (1872-1970). Menurut teori korespondensi, suatu pernyataan dapat dianggap benar bila materi pengetahuan yang terkandung dalam pernyataan tersebut berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Pernyataan bahwa si A sedang mengalami depresi berat dapat dipandang sebagai pernyataan yang benar bila secara faktual memang si A sedang mengalami depresi berat.Teori korespondensi dijadikan dasar dalam pengembangan ilmu-ilmu empiris. Ilmu-ilmu empiris memperoleh bahan-bahannya melalui pengalaman.
Tetapi pengalaman atau empiria ilmiah sesungguhnya lebih dari sekadar pengalaman sehari-hari serta hasil tangkapan inderawi, cara ilmiah untuk menangkap sesuatu harus dipelajari terlebih dahulu dan untuk sebagian besar tergantung pada pendidikan ilmiah yang harus ditempuh oleh peneliti .Secara sederhana pernyataan dianggap benar menurut teori ini adalah jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernytaan tersebut. Contoh: Ibu kota propinsi Sumatera selatan adalah Palembang, maka pernyataan ini adalah benar sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat factual yakni Palembang yang memang menjadi ibukota propinsi Sumatera Selatan.





b.      Bagaimana perkembangan ilmu mulai adanya zaman batu sampai saat ini ? Jelaskan dengan  contoh.
JAWAB:
1. Zaman Pra Yunani Kuno (Zaman Purba)
Pada era ini, secara umum terbagi menjadi tiga fase, yaitu:
a. Zaman Batu Tua
Zaman batu tua disebut juga masa prasejarah.Era ini berlangsung sekitar empat juta tahun SM (sebelum Masehi) sampai 20.000 atau 10.000 tahun SM.Pada zaman ini telah mempunyai beberapa ciri khas, di antaranya adalah menggunakan alat-alat sederhana yang dibuat dari batu dan tulang, mengenal cocok taman dan beternak, dan dalam kehidupan sehari-hari didasari dengan pengamatan primitif menggunakan sistem trial and error (mencoba-coba dan salah) kemudian bisa berkembang menjadi know how. Pada zaman batu tua, yang menjadi tokoh utama disebut-sebut dengan manusia purba. Belum ditemukan secara spesifik data diri mereka, tetapi yang terlihat secara jelas adalah hasil karya mereka. Karya-karya mereka yang fenomenal adalah peralatan yang terbuat dari batu dan tulang.
b. Zaman Batu Muda
Era ini berlangsung tahun 10.000 SM sampai 2.000 SM atau abad 100 sampai 20 SM. Di zaman ini telah berkembang kemampuan-kemampuan yang sangat signifikan. Kemampuan itu berupa tulisan (dengan gambar dan symbol), kemampuan membaca (bermula dari bunyi atau suku kata tertentu), dan kemampuan menghitung. Dalam zaman ini juga berkembang masalah perbintangan, matematika, dan hukum. Pada zaman batu muda sudah ada kerajaan-kerajaan besar yang ikut andil dalam mengukir sejarah. Kerajaan itu adalah Mesir, Babylon, Sumeria, Niniveh, India , dan Cina. Karya-karya yang didapat dari zaman ini berupa batu Rosetta (Hieroglip), segitiga dengan unit 3, 4, 5 (segitiga siku-siku), nilai logam sebagai nilai tukar, perundangan yang ditulis, lukisan di dinding gua, tulisan Kanji (Pistographic Writing), dan zodiac.
c. Zaman Logam.
Zaman ini berlangsung dari abad 20 SM sampai abad 6 SM. Pada zaman ini pemakaian logam sebagai peralatan sehari-hari, bahkan sebagai perhiasan, peralatan masak, atau bahkan peralatan perang. Pada zaman Logam didominasi oleh kerajaan Mesir. Tetapi kerajaan Cina dan Sumeria juga masih mempunyai peran. Pada masa ini karya-karya yang ada berupa didominasi dengan alat-alat yang terbuat dari besi dan perunggu. Seni membuat patung juga menjadi karya fenomenal pada masanya, bahkan sampai saat ini. Contohnya adalah karya-karya dari Mesir, seperti patung istri raja Fir’aun (Neferitti).
Menurut Soetriono dan SDRm Rita Hanafie, masa sejarah dimulai kurang lebih 15.000 sampai 600 tahun Sebelum Masehi. Pada masa ini pengetahuan manusia berkembang lebih maju. Mereka telah mengenal membaca, menulis, dan berhitung. Kebudayaan mereka pun mulai berkembang di berbagai tempat tertentu, yaitu Mesir di Afrika, Sumeria, Babilonia, Niniveh, dan Tiongkok di Asia, Maya dan Inca di Amerika Tengah. Mereka sudah bisa menghitung dan mengenal angka.
2. Zaman Yunani Kuno
Menurut Bertrand Russel, diantara semua sejarah, tak ada yang begitu mencengangkan atau begitu sulit diterangkan selain lahirnya peradaban di Yunani secara mendadak. Memang banyak unsur peradaban yang telah ada ribuan tahun di Mesir dan Mesopotamia. Namun unsur-unsur tertentu belum utuh sampai kemudian bangsa Yunanilah yang menyempurnakannya.Zaman ini berlangsung dari abad 6 SM sampai dengan sekitar abad 6 M. Zaman ini menggunakan sikap an inquiring attitude (suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis), dan tidak menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap receptive attitude (sikap menerima segitu saja). Sehingga pada zaman ini filsafat tumbuh dengan subur. Yunani mencapai puncak kejayaannya atau zaman keemasannya.
Pada zaman ini banyak bermunculan ilmuwan terkemuka. Ada beberapa nama yang popular pada masa ini, yaitu :Thales (624-545 SM) dari Miletus, Pythagoras (580 SM–500 SM), Socrates (469 SM-399 SM), Plato (427 SM-347 SM), Aristoteles (384 SM- 322 SM).
3. Zaman Pertengahan
Zaman ini masih berhubungan dengan zaman sebelumnya. Karena awal mula zaman ini pada abad 6 M sampai sekitar abad 14 M. Zaman ini disebut dengan zaman kegelapan (The Dark Ages). Zaman ini ditandai dengan tampilnya pada Theolog di lapangan ilmu pengetahuan. Sehingga para ilmuwan yang ada pada zaman ini hampir semua adalah para Theolog. Begitu pula dengan aktifitas keilmuan yang mereka lakukan harus berdasar atau mendukung kepada agama. Ataupun dengan kata lain aktivitas ilmiah terkait erat dengan aktivitas keagamaan. Pada zaman ini filsafat sering dikenal dengan sebagai Anchilla Theologiae (Pengabdi Agama). Selain itu, yang menjadi ciri khas pada masa ini adalah dipakainya karya-karya Aristoteles dan Kitab Suci sebagai pegangan.
Ketika Bangsa Eropa mangalami masa kegelapan, kebangkitan justru menjadi milik Islam. Hal ini dimulai dari munculnya Nabi Muhammad SAW pada abad ke-6 M, perluasan wilayah, pembinaan hukum serta penerjemahan filsafat Yunani, dan kemajuan ilmu pengetahuan Islam pada abad ke-7 M sampai abad ke-12 M. Pada masa ini Islam mandapatkan masa keemasannya (Golden Age).
Selain itu, pada abad ini terjadi perkembangan kebudayaan di Asia Selatan dan Timur, seperti Ajaran Lao Tse (menjaga keharmonisan dengan alam) dan Confucius (konsep kode etik luhur mangatur akal sehat). Pada masa kegelapan ini ilmu pengetahuan di Eropa tidak berkembang. Karya ilmuwan yang masih menjadi pegangan hanya karya Aristoteles. Pada abad 12 M, yang diklaim sebagai awal mula zaman Renaissance telah muncul beberapa nama yang mempelopori di bidang ilmu dan eksperimen, yaitu:Roger Bacon (1214 M - 1294 M), Thomas Aquinas (1225 M -1274 M), Gerard van Cremona (1114 M -1187 M), Giovanni Boccaccio (1313 M - 1375 M),
4. Zaman Renaissance
Zaman ini berlangsung pada awal abad 14 M sampai dengan abad 17 M. Renaissance sering diartikan denagn kebangkitan, peralihan, atau lahir kembali (rebirth), yaitu di lahirkan kembali sebagai manusia yang bebas untuk berpikir , dan jauh dari ajaran-ajaran agama. Tokoh-tokoh ilmuwan yang berpengaruh di masa ini ialah sebagai berikut :
a. Nicolaus Capernicus (1473 M-1543 M), adalah seorang astronom, matematikawan, dan ekunom yang berkembangsaan Polandia. Ia mengembangkan Teori Heliosentris (Tata Surya berpusat di matahari).
b. Galileo Galilei (1564 M-1642 M), adalah seorang astronom, filsuf, dan fisikawan Italia yang memiliki peran besar dalam revolusi ilmiah. Sumbangannya dalam keilmuan antara lain adalah penyempurnaan teleskop (dengan 32 x pembesaran) dan berbagai observasi astronomi. Dia adalah orang pertama yang melukiskan tata surya seperti yang kita kenal sekarang.
c. Tycho Brahe (1546 M-1601 M), adalah seorang bangsawan Denmark yang terkenal sebagai astronom/astrolog dan alkimiawan. Tycho adalh astronom pengamat paling menonjol di zaman pra –teleskop. Akurasi pengamatannya pada posisi bintang dan planet tak tertandingi pada masa itu.
d. Johannes Kepler (1571 M-1630 M), adalah astronom jerman, Matematikawan dan astrolog. Ia paling di kenal melalui hukum gerakan planetnya. Kepler juga ahli optic dan astronomi. Penjelasannya tentang pembiasan cahaya tertuang dalam buku Supplement To Witelo, Expounding The Optical Part Of Astronomy. Ia orang pertama yang menjelaskan cara kerja mata.
e. Fancies Bacon (1561 M-1626 M), adalah seorang filsuf, negarawan dan penulis Inggris. Karya-karyanya antar lain membangun dan mempopulerkan motodologi induksi untuk penelitian ilmiah, sering kali disebut metode Baconian.
5. Zaman modern
Zaman ini sebenarnya sudah terintis mulai dari abad 15 M. Tetapi, indikator yang nyata terlihat jelas pada abad 17 M dan berlangsung hingga abad 20 M. Hal ini ditandai dengan ditandai dengan adanya penemuan-penemuan dalam bidang ilmiah. Menurut Slamet Iman Sontoso, ada tiga sumber pokok yang menyebabkan berkembangnya ilmu pengetahuan di Eropa dengan pesat, yaitu hubungan antara kerajaan Islam di Semenanjung Liberia dengan negara Perancis, terjadinya Perang Salib dari tahun 1100-1300, dan jatuhnya Istambul ke tangan Turki pada tahun 1453.
Zaman ini sudah dimulai sejak abad 14 M. zaman ini juga dikenal sebagai masa rasionalisme yang tumbuh di zaman modern karena munculnya berbagai penemuan ilmu pengetahuan. Tokoh yang menjadi pioner pada masa ini adalah Rene Decrates, Isaac Newton, Charles Darwin, dan JJ. Thompson. Keterangan lebih lengkap sebagai berikut : Isaac Newton (1643 M-1727 M ), Rene Descartes (1596 M-1650 M), Charles Robert Darwin 1809 M-1882 M) ,Joseph John Thompson (1856 M-1940 M),
6. Zaman Kontemporer
Zaman ini bermula dari abad 20 M dan masih berlangsung hingga saat ini. Zaman ini ditandai dengan adanya teknologi-teknologi canggih, dan spesialisasi ilmu-ilmu yang semakin tajam dan mendalam. Pada zaman ini bidang fisika menempati kedudukan paling tinggi dan banyak dibicarakan oleh para filsuf. Hal ini disebabkan karena fisika dipandang sebagai dasar ilmu pengetahuan yang subjek materinya mengandung unsur-unsur fundamental yang membentuk alam semesta.
Sebagian besar aplikasi ilmu dan teknologi di abad 21 merupakan hasil penemuan mutakhir di abad 20. Pada zaman ini, ilmuwan yang menonjol dan banyak dibicarakan adalah fisikawan. Bidang fisika menjadi titik pusat perkembangan ilmu pada masa ini. Fisikawan yang paling terkenal pada abad ke-20 adalah Albert Einstein. Selain kimia dan fisika, teknologi komunikasi dan informasi berkembang pesat pada zaman ini. Sebut saja beberapa penemuan yang dilansir oleh nusantaranews.wordpress.com sebagai penemuan yang merubah warna dunia, yaitu: Listrik, Elektronika (transistor dan IC), Robotika (mesin produksi dan mesin pertanian), TV dan Radio, Teknologi Nuklir, Mesin Transportasi, Komputer, Internet, Pesawat Terbang, Telepon dan Seluler, Rekayasa Pertanian dan DNA, Perminyakan, Teknologi Luar Angkasa, AC dan Kulkas, Rekayasa Material, Teknologi Kesehatan (laser, IR, USG), Fiber Optic, dan Fotografi (kamera, video).
  1. Dalam Filsafat ilmu, terdapat cabang-cabang ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
1.      Apa yang terkandung di dalam epistemologi, aksiologi dan ontologi?
JAWAB:
Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat ilmu tentang apa dan bagai­mana (yang) “Ada” itu (being Sein, het zijn). Paham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham dua­lisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik yang pada akhimya menentukan pendapat bahkan ke­yakinan kita masing‑masing mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.
Epistemologi ilmu meliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand), akal budi (Vernunft) pengalaman, atau komunikasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal adanya model‑model epistemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasionalisme kritis, positivisme, feno­menologi dengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula bagai­mana kelebihan dan kelemahan sesuatu model epistemologik be­serta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu seped teori ko­herensi, korespondesi, pragmatis, dan teori intersubjektif.
Akslologi llmu meliputi nilal‑nilai (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau ke­nyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik‑material. Lebih dari itu nilai‑nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine qua non yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
EPISTEMOLOGI
Cabang ilmu filsafat yang secara khusus menggeluti pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menyeluruh dan mendasar tentang pengetahuan disebut epistemologi. Istilah “epistemologi” berasal dari kata Yunani episteme = pengetahuan dan logos = perkataan, pikiran, ilmu. Kata “episteme” dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja “epistemai”, artinya menunjukkan, menempatkan, atau meletakkan. Maka, harfiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya. Selain kata “episteme”, unutk kata “pengetahuan” dalam bahasa Yunani juga dipakai kata “gnosis” maka istilah kata epistemologi dalam sejarah pernah disebut juga gneseologi. Sebagai kajian filosofis yang membuat telaah kritis dan analitis tentang dasar-dasar teoritis pengetahuan, epistemologi kadang juga disebut teori pengetahuan (theory fo knowledge; Erkentnistheorie).
Sebagai cabang ilmu filsafat, epistemologi bermaksud mengkaji dan mencoba menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari pengtahuan manusia. Bagaimana pengetahuan itu oada dasarnya diperoleh dan diuji kebenarannya? Manakah ruang lingkup atau batas-batas kemampuan manusia untuk mengetahui? Epistemologi juga bermaksud secara kritis mengkaji pengandaian-pengandaian dan syarat-syarat logis yang mendasari dimungkinkannya pengetahuan serta mencoba memberi pertanggungjawaban rasional terhadap klaim kebenaran dan objektivitas. Pertanyaan pook “bagaimana saya tahu bahwa saya dapat tahu?” mau dijawab secara seksama.
Epistemologi atau filsafat pengetahuan pada dasarnya juga merupakan suatu upaya rasional untuk meninbang dan menentukan nilai kognitif pengalaman manusia dalam interaksinya dengan diri, lingkungan, sosial, dan alam sekitarnya. Maka, epistemologi adalah suatu disiplin ilmu yang bersifat evaluatif, normatif dna kritis. Evaluatif berarti bersifat menilai, ia menilai apakah suatu keyakinan, sikap, pernyataan pendapat, teori pengetahuan dapat dibenarkan, dijamin kebenarannya, atau memiliki dasar yang dapat dipertanggungjawabkan secara nalar. Normatif berarti menentukan norma atau tolok ukur, dan dalam hal ini tolok ukur dalam kenalaran bagi kebenaran pengetahuan. Epistemologi sebagai cabang ilmu filsafat tidak cukup hanya memberi deskripsi atau paparan bagaimana proses manusia mengetahui itu terjadi (seperti dibuat oleh psikologi kognitif), tetapiperlumembuat penentuan man ayng betul dan mana yang keliru berdasarkan norma epestemik. Sedangkan kritis berarti banyak mempertanyakan dan menguji kenalaran cara maupun hasil kegiatan manusia mengetahui. Yang dipertanyakan adalah baik asumsi, cara kerja atau pendekatannyang diambil, maupun kesimpulan ang ditarik dalam pelbagai kegiatan kognitif manusia.
Cara kerja atau metode pendekatan epistemologi sama dengan ciri khas pendekatan filosofis terhadap gejala pengetahuan. Pengetahuan bukan hanya menjadi objek ilmu filsafat tetapi juga ilmu-ilmu lain seperti ilmu sosiologi kognitif dan sosiologi pengetahuan. Yang membedakan ilmu filsafat seara umum dari ilmu-ilmu lain bukannlah objek materialnya atau apa yang menjadi kajian, tetapi objeke formal atau cara pendekatannya: bagaimana objek yang dijadikan bahan kajian itu didekati. Ciri khas cara pendekatan filasfat terhadap objek kejiannya tampak dari enis pertanyaan yang diajukan dan upaya jawaban yang diberikan. Filsafat berusaha secara kritis mengajukan dan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyan yang bersifat umum, menyeluruh, dan mendasar.
Berdasarkan cara kerja atau metode pendekatan yang diambil terhadap gejala pengetahuan bisa dibedakan beberapa macam epistemologi. Pertama, epistemologi metafisis, yaitu epistemologi yang mendekati gejala pengetahuan dengan bertitik tolak dari pengandaian metafisika tertentu. Epistemologi ini berangkat dari suatu paham tertentu tentang kenyataan, lalu membahas tentang bagaimana manusia mengetahui kenyataan tersebut. Plato misalnya meyakini bahwa kenyataan yang sejati adalah kenyataan dalam dunis ide-ide, plato dalam epistemologinya memehami kegiatan mengetahui sebagai kekuatan jiwa mengingat (anamnesis) kenyataan saja yang pernah dilihatnya dalam dunia ide-ide. Ia juga secara tegas membedakan antara pengetahuan (episteme), sebagai sesuatu yang bersifat objektif, universal dan tetap tak berubah, serata pendapat (doxa), sebagai suatu yang bersifat subjektif, partikular dan berubah-ubah.
Kedua, epistemologi skeptis sebagaimana pandangan Rene Descartes yang bermaksud membultikn dahulu apayang dapat diketahui sebagai sungguh nyata atau benar benar tak dapat diragukan lagi dengan menganggap sebagai tidak nyata atau keliru segala sesuatu yang kebenarannya masih dapat diragukan. Kesulitan dengan metode pandekatan ini adalah apabila orang sedah masuk skeptisisme dan onsistendengan sikapnya, maka tak mudah menemukan jalan keluar . skeptisime Des Cartes adalah sketisisme metodis yaitu: suatu strategi awal untuk meregukan segala sesuatu degnan maksud agar dapat sampai ke kebanaran yang tidak dapat diragukan lagi. Ia menolak argumen untuk membuktikan kebenaran pengetahuan berdasarkan otoritas (keagamaam) sebagaimana dilakukan pada abad Pertengahan.
Ketiga, epistemologi kritis yang berangkat dari asumsi, prosedur dan kesimpulan pemikiran akal sehat atau pun asumsi, prosedur dan kesimpulan pemikiran ilmiah sebagaimana ditemukan dalam kehidupan kemudian ditanggapi secara kritis asumsi, prosedur dan kesimpulan tersbut. Sikap kritis diperlukan untuk lebih memahami sesuatu secara radikal lewat alasan-alasan yang jelas dan kuat.
Berdasarkan titik tolak pendekatannya dan berdasarkan objek yang dikaji, epistemologi juga dapat dibagi menjadi dua yaitu epistemologi individual dan epistemologi sosial. Epistemologi individual berangkat dan didasarkan atas kegiatan manusia individual sebagai subjek penahu terlepas dari konteks sosialnya, baik tentang pengetahuan status kognitifnya maupun proses pemerolehannya. Epistemologi evolusioner (evolutionary epistemology) atau kadang juga disebut epistemologi alami (natural epistemologi) termasuk jenis epistemologi individual. Sedangakan epistemologi sosial adalah kajian filosofis terhadap pengetahuan sbagai batas sosiolagis. Bagi epistetmologi sosial, hubungan sosial, kepantingan sosisl dan lembaga sosial dipandang sebagai faktor-faktor yang amat menentukan dalam proses, cara, maupun pemerolehan pengetahuan.
Epistemologi sangat penting untuk dipelajari karena alasan yang mendasar dari pertimbangan srategis, pertimbangan kebudayaan dan pertimbangan pendidikan. Ketiganya berpangkal pada pentingnya pengetahuan pada kehidupan manusia. Berdasarkan pertimbangan srategis, epistemplogi perlu karena pengetahuan sendir merupakan hal yang sacara srategis perlu bagi perkembangna manusia berdasarkan pertimbangan kebudayaan, penjelasan yang pokok adalah kenyataan bahwa pengtahuan merupakan salah satu unsur dasar kebudayaan. Dari segi pertimbangan kebudayaan menpelajari epistemologi diperlukan untu mengungkap pandangan epestimologis yang seharusnya ada dan terkandung dlam setiap kebudayaan. Sedangkan berdasarkan pertimbangan pendidikan, epistemologi perlu dipelajari karena manfaatnya untuk bidang pendidikan secara faktual.
ONTOLOGI
Menurut bahasa ontologi ialah merupakan dari bahasa Yunani yaitu, On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. adapun dalam Kamus Filsafat Ontologi merupakan suatu studi tentang cici esensial dari Yang Ada dalam dirinya sendiri berbeda dari studi-studi tentang hal-hal yang ada secara khusus.
Dalam mempelajari yang ada dalam bentuknya yang sangat abstrak studi trsebut melontarkan pertanyaan seperti: ”Apa itu ada dalam dirinya sendiri?”
 ”Apa hakekat ada sebagai ada?” dan cabang filsafat tata cara struktur realitas dalam arti seluas mungkin, yang menggunkan kategori-kategori seperti: ada/menjadi, aktualitas/potensialitas, nyata/tampak, perubahan, waktu, eksistensi/noneksistensi, esensi, keniscayaan, yang-ada sebagai yang-ada, hal-hal terakhir, dasar.
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut mebahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).
Menurut Ibnu Khaldun ontologi merupakan tiori tentang yang wujud (suatu yang wujud) dan kadang-kadang juga ontologi disamakan dengan metefisika. Metafisika juga disebut sebagai prote-filisofia atau filsafat yang pertama. Secara istilah ontologi adalah ilmu yang memperlajari tenatng hakikat yang ada (ultimate reality) baik jasmani/konkret maupun rohani/abstrak. Didalam pemahaman ontologi ditemukan pandangan-pandangan seperti monoisme yang menyatakan bahwa hakikat yang asal itu hanya satu. Cabang dari monoisme ini adalah materialisme yang berpandangan bahwa hakikat yang asal adalah satu yaitu dari materi, sementara cabang lainnya yaitu idealisme yang berpandangan bahwa segala yang asal itu berasal dari ruh (yang bersifat ruhani). Pandangan lainnya adalah dualisme yang menyatakan bahwa segala sesuatu berasal dari dua unsur yaitu materi dan ruh, jasmani dan rohani. Pandangan lainnya adalah pluralisme yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas yaitu unsur tanah, air, api dan udara. Ada juga faham nihilisme yang nampaknya frustrasi menghadapi relaitas. Realitas harus dinyatakan tunggal dan banyak, terbatas dan takterbatas, dicipta dan takdicipta, semuanya serna kontradiksi, sehingga lebih baik tidak menyatakan apa-apa tentang realistas. Pandangan terakhir yang dikemukan oleh penulis adalah agnosticisme yang merupakan pemahaman yang menolak realitas mutlak yang bersifat trancendental.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis. Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni:
1.  Naturalisme (kenyataan yang bersifat kealaman)
2.  Meterialisme (kenyataan yang bersifat benda mati)
3.  Idialisme (Kenyataan yan bersifat rohani)
4.  Hylomorfisme (yang sungguh ada keculai berupa Tuhan dan Malaikat berupa bahan bentuk)
5.  Empirisisme logis (segenap pernyataan mengenai “kenyataan” yang tidak mengandung makna).
Objek Formal Ontologi dan Metode dalam Ontologi
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, telaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme, naturalisme, atau hylomorphisme. Sedangkan menurut Al-Farabi dan Ibnu Zina objek pemikiran menjadi objek sesuatu yang mungkin ada karena yang lain, dan ada karena dirinya sendiri.
Metode pembuktian dalam ontologi oleh Laurens Bagus di bedakan menjadi dua, yaitu: pembuktian a priori dan pembuktian a posteriori. Pembuktian a priori disusun dengan meletakkan term tengah berada lebih dahulu dari predikat; dan pada kesimpulan term tengah menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan. Sedangkan pembuktian a posteriori secara ontologi, term tengah ada sesudah realitas kesimpulan; dan term tengah menunjukkan akibat realitas yang dinyatakan dalam kesimpulan hanya saja cara pembuktian a posterioris disusun dengan tata silogistik.
              AKSIOLOGI
          Aksiologi dalam skema besar filsafat berisi logika, etika dan estetika. Logika adalah bagian ilmu filsafat yang mempelajari kesahihan premis-premis secara benar dan tepat sesuai aturan-aturan logis matematis. Etika merupakan bagian filsafat yang membicarakan problem nilai-nilai dalam kaitanya dengan baik atau buruknya tindakan manusia secara individu maupun dalam masyarakat. Sementara estetika sering diidentikkan dengan filsafat seni yang dalam pengkajiannya diutamakan membahas dimensi keindahan dan nilai rasa baik dalam karya seni, seni itu sendiri, maupun pemikiran-pemikiran tentang seni dan karya seni.
Filsafat pendidikan merupakan refleksi kritis dan filosofis terhadap urgensi dan keberadaan pendidikan di pandang dari perspektif kefilsafatan hingga mencapai pemahaman radikal dan menyeluruh tentang apa itu pendidikan. Dalam konteks aksiologi, permasalahan pendidikan dapat dipersoalkan. Ketepatasasan metode pembelajaran dalam pendidikan harus dapat diuji secara logis matematis, dimana segala sesuatu yang pantas diajarkan biasanya menuntut kepastian metodologi.
Logika membantu perumusan materi-materi pembelajaran dan menyeleksi apakah suatu materi layak atau tidak untuk diajarkan. Pendidikan membutuhkan alat bantu berupa rasio akal budi, yang dari rasio inilah prinsip-prinsip logika dapat muncul dan dipelajari. Dalam ranah etika, pendidikan dirumuskan sebagai sarana untuk mencapai tujuan etis. Tujuan yang dimaksud adalah menjawab pertanyaan tentang pentingnya pendidikan yang sarat nilai dan isi moral manusia. Melalui kajian etika, penentuan tujuan dan orientasi pelaksanaan pendidikan dapat lebih jelas dan terarah. Sedangkan dimensi estetika lebih mengarah pada bagaimana pendidikan dapat dirumuskan sedemikian rupa sehingga penyampaian materi pendidikan dapat diterima secara teratur dan tersistematisasi.
Hal ini menunjukkan perlunya nilai-nilai seni dalam pendidikan. Seni yang dimaksud adalah seni mengajarkan atau seni menyusun argumentasi dan bahan ajar pendidikan. Dengan demikian, dimensi aksiologi yang mempersoalkan nilai-nilai dalam perspektif filsafat dapat menyumbang perumusan nilai-nilai etis yang terkandung dalam pendidikan. Melalui kajian aksiologi, tujuan penyelenggaraan pendidikan dapat dirumuskan guna mencapai cita-cita pendidikan yang diarahkan untuk kebaikan dan kemaslahatan umat manusia.


2.      Ada tiga fungsi ilmu, yaitu fungsi eksplanatif, prediktif, dan kontrol. Jelaskan tiga fungsi itu  dengan contoh dalam bidang pendidikan.
JAWAB:
   Teori yang tersusun secara sistematis mempunyai beberapa fungsi tertentu, yaitu fungsi ekspanatif, fungsi prediktif, dan kontol.
1)      Fungsi ekspanatif yaitu fungsi menjelaskan. Yang dimana sebuah teori harus mampu menjelaskan hubungan antara peristiwa yang satu dengan yang lainya dalam ruang lingkup pengalaman empiris. Teori Durkheim tentang hubungan antara keterisolasian social dengan tekanan psikologis dapat dipergunakan untuk menjelaskan tingginya angka bunuh diri diantara berbagai kelompok agama yang berbeda-beda tingkat partisipasi setiap anggotanya. Factor kemampuan ekspalanif ialah ; (1) kesederhanaan strukturnya, ( 2) kecermatan penjelasan, ( 3) relevansi terhadap penomena yang berbeda-beda. Contoh: Teori Durkheim tentang hubungan antara keterisolasian social dengan tekanan psikologis dapat dipergunakan untuk menjelaskan minat siswa dalam mengikuti pelajaran dikelas.
2)      Fungsi prediktif yaitu fungsi ramalan atau prakiraan. Jika suatu teori dapat menjelaskan hubungan antara pendidikan dengan pendapat masyarakat, maka ia dapat memperkirakan suatau pendapat masyarakat yang memperhatikan tingkat perkembangkan pendidikan. Sifat prediktif ialah probaliti, jika langit mendung dengan awan hitam yang menutupinya, maka akan turun hujan. Langit mendung adalah fakta, sedangkan turun hujan bersifat kemungkinan belum tentu terjadi. Prediksi dengan sifat probilitis itu dapat diterapkan dalam tiga jenis situasi. Yang pertama; untuk waktu yang akan datang. Pengetahuan kita terdapat waktu lampau dan waktu sekarang dapat diterapkan untuk waktu yang akan datang. Penerapan yang keduua adalah untuk tempat yang berbeda. Apabila pendidikan dapat menaikan pendapatan suatu masyarakat, maka kita dapat menerapkan pada masyarakat lain yang belum pernah kita amati. Penerapan yang ketiga adalah di dalam kelompok social yang lebih besar. Jika pengetahuan yang kita dapat dari kelompok yang kecil, maka dapat diterapkan dalam kelompok social yang lebih besar.
3)       Fungsi control, teori tidak hanya menjelaskan dan memperkirakan, tetapi juga mampu mengendalikan peristiwa supaya tidak mengarah pada hal-hal yang negative. Contoh: keberhasilan Ujian Nasional dikarenakan beberapa factor anatara lain siswa, guru, lingkungan, orang tua, sekolah dan pemerintah, bukan hanya karena kepandaian siswa saja.

SUMBER  BACAAN:
Amsal, Bahtiar. 2006. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Praja, S Juhaya, 2003. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika.Jakarta.Prenada Media
Suriasumantri, J.S. 2007. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: PT Pancarintan Indahgraha
Wiramihardja A,  Sutardjo. 2006.  Pengantar Filsafat. Psi. PT. Refika Aditama
Yamin, martinis.2011. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada press










4 comments:

Unknown said...

(y)

Unknown said...

(y)

Marina Arifin said...

good :)

Unknown said...

banyak jenis mata kulliah yang di selesaikan dg baik oleh bapakk . Selamat dan lanjutkan pak !!! ;D

Song Favorit

Maturnuwun atas kunjungan anda dan tetap berbagi

Translate