MATA
KULIAH : FILSAFAT ILMU
NAMA : MUJIYANTO
NIM/KELAS : 06 122603069/SORE
- Ontologi dalam lapisan ilmu.
a. Bagaimana
letak ontologi dalam perkembangan ilmu dan pembentukan warga negara yang baik
dan bermoral
JAWAB:
Letak Ontologi Dalam Perkembangan
Ilmu
Ontologi dalam
filsafat ilmu adalah studi pengkajian mengenai sifat dasar ilmu yang arti sifat
dasar itu membentuk arti, struktur, dan prinsip ilmu. Ontologi: adalah
cabang filsafat mengenai sifat (wujud) atau lebih sempit lagi sifat fenomena
yang ingin kita ketahui. Dalam ilmu pengetahuan sosial ontologi terutama
berkaitan dengan sifat interaksi sosial. Menurut Stephen Litle John, ontologi
adalah mengerjakan terjadinya pengetahuan dari sebuah gagasan kita tentang
realitas. Van Veursen menggambarkan bahwa ilmu itu memiliki struktur seperti
bangunan yang tersusun atas batu bata dan ontologi menempati posisi yang paling
dasar. Dengan kata lain ontologi menempati posisi landasan terdasar dari
pondasi ilmu dimana di situlah terletak ”Undang-undang dasarnya” dunia ilmu.
Fenomena ilmu
dapat dianalogikan sebagai sebuah fenomena gunung es di tengah lautan, dimana
yang nampak oleh mata kita adalah kerucutnya saja yang tidak begitu besar,
namun jika kita selami lebih mendasar akan tampak fenomena lain yang luar biasa
dimana ternyata kerucut yang tampak tersebut merupakan puncak dari sebuah
gunung yang dasarnya jauh berasal dari dalam lautan.Ternyata sains atau ilmu
tidak sesederhana yang kita bayangkan. Sebagai pengguna kita hanya memandang
bahwa ilmu hanya berkutat pada pembahasan berbagai teori, riset,
eksperimen, atau rekayasa berbagai macam teknologi. Ilmu ternyata merupakan
sebuah dunia yang memiliki karakter dasar, prinsip, dan struktur yang
kesemuanya itu menentukan arah dan tujuan dari pemanfaatan ilmu.
Letak ontologi
dalam pembentukan warga negara yang baik dan bermoral
Pengembangan
kebudayaan Nasional Indonesia ditujukan kearah terwujudnya suatu peradaban yang
mencerminkan aspirasi dan cita-cita Bangsa Indonesia. Pancasila yang merupakan
filsafat dan pandangan hidup Bangsa Indonesia merupakan dasar bagi pegembangan
peradaban tersebut. Proses pengembangan kebudayaan ini pada dasarnya adalah penafsiran kembali dari nilai-nilai
konvensional agar lebih sesuai dengan tuntutan zaman serta penumbuhan nilai-nilai baru yang fungsional.
Untuk terlaksananya kedua proses dalam pengembangan nasional tersebut maka
diperlukan sifat kritis, rasional, logis,
obyektif, terbuka, menjunjung kebenaran dan pengabdian universal. Ontologi
merupakan cikal bakal pembentukan sebuah peradaban. Artinya baik buruknya suatu
peradaban ditentukan oleh ontologi tersebut.
Manusia yang menjadi bagian peradaban tersebut terus
memikirkan ke arah mana suatu negara akan dibawa. Dalam penafsiran yang lebih
luas dari ontologi, dapat ditekankan lebih lanjut bahwa mesin realitas yang
obyektif itu selalu mengontrol segala kejadian melampaui ilmu-ilmu pengetahuan
fisika. Kemudian dalam masalah etika, beberapa penganut filsafat realisme yang
berketuhanan berpegang pada hukum-hukum moral di dalam alam, kita akan melihat
bagaimana seringnya kata alam dan alamiah masuk ke dalam pembicaraan dan
diskusi ahli-ahli filsafat dan penganut realisme. Jadi, dengan adanya ontologi
akan adanya sebuah dunia yang penuh dengan benda-benda yang senantiasa
bergerak, seperti mekanisme yang dikaruniai pola, keterangan dan gerakan
harmonis.
Bergerak, seperti mekanisme yang dikaruniai pola,
keterangan dan gerakan harmonis itulah tercermin dalam sebuah ”undang-undang”
yang mengatur segala aktivitas agar tidak terjadi benturan antar
komponen-komponen. Sebagai contoh, untuk membentuk warga negara yang baik dan bermoral,
di negara kita pernah tercatat dalam sejarah mengenai sejarah pembentukan
Pancasila yang dilakukan oleh Negarawan-negarawan kita. Semua pendapat yang
diajukan berangkat dari pemikiran dasar (ontologi). Pemikiran dasar inilah yang
hakikatnya akan membawa manusia bermoral dan baik. Meskipun dalam praktiknya
tidak sesuai dengan yang diharapkan (baik dan bermoral). Hal ini membutuhkan
pemahaman yang mendalam tentang ontologi. Dapat diakatakan bahwa ontologi
mengajak kita untuk berpikir mendalam mengenai hakikat sesuatu itu.
b. Bagaimana
kedudukan epistimologi dalam filsafat ilmu? Dan bagaimana hubungan moral, seni,
serta berikan contoh.
JAWAB:
Kedudukan epistimologi dalam
filsafat ilmu
Epistimologi
berasal dari asal kata "Episteme" dan "logos" episteme
berarti pengetahuan dan logos berarti teori bahwa efistemologi merupakan salah
satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal
mula pengetahuan, struktur, metode dan validitas pengetahuan. Beberapa istilah
yang sama dengan epistemologi ialah: Gnosiologi, Logika material, Criteriologi
Dan dalam
rumusan lain disebutkan bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang
mempelajari soal tentang watak, batas-batas dan berlakunya ilmu pengetahuan
apabila keseluruhan rumusan tersebut direnungkan maka dapat dipahami bahwa
prinsipnya epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang
terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan. Proses terjadinya
pengetahuan menjadi masalah mendasar dalam epistemologi sebab hal ini akan
mewarnai pemikiran kefilsafatannya pengetahuan didapatkan dari pengamatan
inderawi tidak dapat ditetapkan apa yang subyektif dan apa yang obyektif,
sedangkan pengalaman dengan akal hanya mempunyai fungsi mekanisme semata-mata,
sebab pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses penjumlahan dan
Pengurangan dan yang disebut pengalaman adalah keseluruhan atau totalitas
segala pengamatan, yang disimpan di dalam ingatan dan digabungkan dengan suatu
pengharapan akan masa depan, sesuai dengan apa yang telah diamati pada masa
yang lampau. Sementara itu salah seorang tokoh empirisme yang lain berpendapat
dan tidak lebih dari itu. Akal (rasio) adalah pasif pada waktu pengetahuan
didapatkan, akal tidak melahirkan pengetahuan dari dirinya sendiri.
Satu-satunya
sasaran obyek pengetahuan adalah gagasan-gagasan atau ide-ide yang timbulnya
karena pengalaman lahiriyah (sensation) dan karena pengalaman batiniyah
(revolution). Pengalaman lahiriyah mengajarkan kepada kita tentang hal-hal yang
diluar kita, sedangkan pengalaman batiniyah mengajarkan tentang keadaan-keadaan
psikis kita sendiri. Dikatakan, bahwa sifat pengamatan adalah konkret, artinya:
isi yang diamati adalah sesuatu yang benar-benar dapat diamati hanya
gagasan-gagasan yang konkretlah yang dapat dipakai untuk memikirkan
gagasan-gagasan konkret lainnya.
Filsafat
ilmu adalah hal yang mendasari atau makna yang terkandung dalam sebuah ilmu. Pemahaman akan filsafat ilmu disebut epistemologis.
Filsafat adalah suatu wacana atau argumentasi mengenai segala hal yang bersifat
universal yang dilakukan secara reflektif hingga sampai pada akar masalah yaitu
suatu konsekuensi radikal, terakhir, dan sistematis guna mencapai suatu hakikat
permasalahan.
Bagian
yang dibicarakan dalam filsafat ilmu mengenai ilmu pengetahuan dan kebenaran.
Craig (2005) melihat epistemologi adalah
inti dari permasalahan filsafat mengenai hakikat, sumber, batas-batas ilmu
pengetahuan. Artinya bahwa pengetahuan adalah keyakinan akan kebenaran, tetapi
bukan semata-mata keyakinan yang benar. Misalnya keyakinan yang benar
berdasarkan terkaan, tidak termasuk pengetahuan.
Epistemologis merupakan proses menyusun
pendapat mengenai sesuatu hal yang berhubungan dengan mengetahui, pengetahuan,
kepastian, atau kebenaran pengetahuan.
Hubungan Moral, Seni,
Kebenaran bagi kaum ilmuwan mempunyai kegunaan
khusus yakni kegunaan yang universal bagi umat manuisa dalam meningkatkan
martabat kemanusiannya. Secara nasional maka ilmuwan tidak mengabdi pada
golongan, klik politik atau Kelompok-kelompok lainnya. Secara internasional
kaum ilmuwan tidak mengabdi pada ras,ideology dan factor-faktor pembatas
lainnya. Dua karakteristik ini merupakan asas
moral bagi kaum ilmuwan yakni meninggikan
kebenaran dan pengabdian secara
universal. Setiap manusia memiliki penalaran yang luar biasa, maka
sering orang berkata bahwa makin cerdas atau pandai kita menemukan kebenaran
makin benar maka makin baik pula perbuatan kita. Atau sebaliknya semakin tinggi
tingkat penalaran, makin berbudi sesorang tersebut sebab moral mereka dilandasi
analisis yang hakiki atau sebaliknya semakin cerdas seseorang maka makin pandai
pula kita berdusta dan begitu juga dengan kemajuan teknologi membuat semakin
giat orang untuk bersaing. Demikian kemajuan teknologi membuat atau menuntut seseorang
menghasilkan sesuatu.
Kreativitas sering dihubungkan dengan
kreasi dibidang seni. Menurut Horace dan Ava C. English mendefinisikan
kreativitas sebagai kemampuan untuk menciptakan modus baru dalam ekspresi
artistik. Dalam proses pengembangan kebudayaan nilai estetika mempunyai
kedudukan yang khusus, dia bukan saja merupakan ekspresi yang menyimak
keindahan yang hanya memperkaya khazanah batin, namun juga berfungsi sebagai
media yang memperhalus budi pekerti,
”selalu terdapat ladang moral yang subur untuk pertumbuhan artistik yang luhur”. Dalam hal ini ilmu dan seni
bersifat saling melengkapi, kalo ilmuwan mengkaji aspek yang bersifat generic
dari ujud fisik, maka seniman menyentuh daerah yang paling pribadi, kemausiaan
yang soliter dan unik .
Contoh :
1.
Seseorang
dokter yang menemukan dan membuat virus, kemampuan membuat virus tersebut
merupakan suatu ilmu kemudian manfaat virus tersebut dan kegunaannya merupakan
peran moral. Jika peran moralnya negative maka virus digunakan untuk
menghancurkan manusia atau mahluk hidup, tetapi jika dilandasai moral yang baik
maka virus digunakan untuk meningkatkan kekebalan manusia atau melawan
penyakit.
2.
Seseorang ahli kimia merakit sebuah
bom, kemampuan merakit tersebut merupakan suatu ilmu yang dimiliki
oleh orang tersebut, kemudian apa manfaat dan kegunaan dari apa yang dibuatnya
(bom) di sinilah peranan moral orang tersebut.
- Ilmu berkembang dengan teori dan cara berpikir sebagai sarananya
a.
Bagaimana Konsep kebenaran menurut rasionalisme, empirisme,
teori koherensi, dan teori korespondensi? berikan contoh sehingga
jelas jawaban saudara dalam kehidupaan sehari hari.
JAWAB:
1)
Konsep kebenaran menurut rasionalisme
Rasionalisme berpendirian
bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena rasionalisme
mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang
sebagai jenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa
kebenaran dan kesesatan terletak didalam ide kita, dan bukanya didalam diri
barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna dan mempunyai ide yang sesuai
dengan atau menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat didalam
pikiran kita dan hanya diperoleh dengan akal budi saja.
Dengan memeberikan metode
deduktif ini seorang penganut rasionalisme mengakui bahwa kebenaran-kebenaran
yang dikandung oleh kesimpulan-kesimpulan yang diperolehnya sama banyaknya
dengan kebenaran-kebenaran yang dikandung oleh premis-premis yang mengakibatkan
kesimpulan-kesimpulan tersebut. Karena jika kita menginginkan agar
kesimpulan-kesimpulan itu berupa pengetahuan, maka premis-premis haruslah
secara mutlak. Misalnya ia yakin jika memahami makna yang terkandung dalam
pernyataan “sebuah garis lurus merupakan jarak terdekat diantara dua buah
titik”,maka kita mau tidak mau mengakui kebenaran pernyataan tersebut.
Kebenaran yang menjadi aksioma.
2)
Teori Empirisme
Seorang empirisme berpendapat bahwa kita dapat memperoleh pengetahuan
melalui pengalaman. Sifat yang menonjol dari jawaban ini dapat dilihat bila
kita meperhatikan pertanyaan seperti : “Bagaimana orang mengetahui es membeku?”
jawaban kita tentu berbunyi: “karena saya melihatnya demikian.” Atau karena
seorang ilmuwan melihatnya demikian”. Dengan begitu dapat dibedakan dua macam
unsure : pertama unsure yang mengetahui, dan kedua unsure yang diketahui. Orang
yang mengetahui merupakan subyek yang memperoleh pengetahuan dan dikenal dengan
perkataan yang menunjukan seseorang atau suatu kemampuan.
Pengetahuan diperoleh dengan perantaraan indera. John Locke bapak
empirimisme dari Britania mengatakan bahwa pada waktu manusia dilahirkan
akalnya merupakan sejenis buku catatan yang kosong (tabula rasa). Dibuku
catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman inderawi. Seluruh sisa pengetahuan
kita peroleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang
diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama dan sederhana.
3) Teori Koherensi (coherence theory of truth)
Menurut teori koherensi, suatu pernyataan
dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan
pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Bila pernyataan semua
logam bila kena panas memuai adalah suatu pernyataan yang benar, maka
pernyataan bahwa besi merupakan logam, sehingga bila besi kena panas memuai adalah
pernyataan yang benar Matematika adalah bentuk pengetahuan yang penyusunannya
dilakukan dengan pembuktian berdasarkan teori koherensi. Plato (427-347 SM) dan
Aristoteles (384-322) telah mengembangkan teori koherensi berdasarkan pola
pemikiran yang digunakan Euclid dalam menyusun ilmu ukurnya (Jujun .S., 2005 :
57). Teori koherensi menjadi dasar dalam pengembangan ilmu deduktif atau
matematik. Nama ilmu deduktif diberikan karena dalam menyelesaikan suatu
masalah atau membuktikan suatu kebenaran
tidak didasarkan pada pengalaman atau hal-hal yang bersifat faktual, melainkan
didasarkan atas deduksi-deduksi atau penjabaran-penjabaran. Apa yang harus
idpenuhi agar ciri-ciri deduksi dapat diketahui dengan tepat, merupakan masalah
pokok yang dihadapi filsafat ilmu.
Pendirian yang banyak dianut sampai saat ini
adalah :deduksi merupakan penalaran yang sesuai dengan hukum-hukum serta-serta
aturan logika formal, dalam hal ini orang menganggap bahwa tidaklah mungkin
titik tolak-titik tolak yang benar menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang
tidak benar. Secara sedehana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori koherensi
suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau
konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Contoh:Bila kita menganggap bahwa
‘semua manusia pasti akan mati” adalah suatu pernyataan yang benar, maka
pernyataan bahwa “si Nur adalah seorang manusia dan si Nur pasti akan mati”
adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang
pertama. Matematika adalah bentuk pengetahuan yang penyusunannya dilakukan
pembuktian berdasarakan teori koheren. System matematika disusun diatas
beberapa dasar pernyataan yang dianggap benar yaitu aksioma.
4) Teori korespondensi (correspondence theory of truth)
Teori ini dikembangkan oleh Bertrand Russel
(1872-1970). Menurut teori korespondensi, suatu pernyataan dapat dianggap benar
bila materi pengetahuan yang terkandung dalam pernyataan tersebut
berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan
tersebut. Pernyataan bahwa si A sedang mengalami depresi berat dapat
dipandang sebagai pernyataan yang benar bila secara faktual memang si A
sedang mengalami depresi berat.Teori korespondensi dijadikan dasar dalam
pengembangan ilmu-ilmu empiris. Ilmu-ilmu empiris memperoleh bahan-bahannya
melalui pengalaman.
Tetapi pengalaman atau empiria ilmiah
sesungguhnya lebih dari sekadar pengalaman sehari-hari serta hasil tangkapan
inderawi, cara ilmiah untuk menangkap sesuatu harus dipelajari terlebih dahulu
dan untuk sebagian besar tergantung pada pendidikan ilmiah yang harus ditempuh
oleh peneliti .Secara sederhana pernyataan dianggap benar menurut teori ini
adalah jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi
(berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernytaan tersebut. Contoh: Ibu kota propinsi Sumatera
selatan adalah Palembang, maka pernyataan ini adalah benar sebab pernyataan itu
dengan obyek yang bersifat factual yakni Palembang yang memang menjadi ibukota
propinsi Sumatera Selatan.
b. Bagaimana
perkembangan ilmu mulai adanya zaman batu sampai saat ini ? Jelaskan
dengan contoh.
JAWAB:
1.
Zaman Pra Yunani Kuno (Zaman Purba)
Pada
era ini, secara umum terbagi menjadi tiga fase, yaitu:
a. Zaman Batu Tua
Zaman batu tua disebut juga masa prasejarah.Era ini
berlangsung sekitar empat juta tahun SM (sebelum Masehi) sampai 20.000 atau
10.000 tahun SM.Pada zaman ini telah mempunyai beberapa ciri khas, di antaranya
adalah menggunakan alat-alat sederhana yang dibuat dari batu dan tulang,
mengenal cocok taman dan beternak, dan dalam kehidupan sehari-hari didasari
dengan pengamatan primitif menggunakan sistem trial and error (mencoba-coba
dan salah) kemudian bisa berkembang menjadi know how. Pada zaman batu
tua, yang menjadi tokoh utama disebut-sebut dengan manusia purba. Belum
ditemukan secara spesifik data diri mereka, tetapi yang terlihat secara jelas
adalah hasil karya mereka. Karya-karya mereka yang fenomenal adalah peralatan
yang terbuat dari batu dan tulang.
b. Zaman Batu Muda
Era ini berlangsung tahun 10.000 SM sampai 2.000 SM atau
abad 100 sampai 20 SM. Di zaman ini telah berkembang kemampuan-kemampuan yang
sangat signifikan. Kemampuan itu berupa tulisan (dengan gambar dan symbol),
kemampuan membaca (bermula dari bunyi atau suku kata tertentu), dan kemampuan
menghitung. Dalam zaman ini juga berkembang masalah perbintangan, matematika,
dan hukum. Pada zaman batu muda sudah ada kerajaan-kerajaan besar yang ikut
andil dalam mengukir sejarah. Kerajaan itu adalah Mesir, Babylon, Sumeria,
Niniveh, India , dan Cina. Karya-karya yang didapat dari zaman ini berupa batu
Rosetta (Hieroglip), segitiga dengan unit 3, 4, 5 (segitiga siku-siku),
nilai logam sebagai nilai tukar, perundangan yang ditulis, lukisan di dinding
gua, tulisan Kanji (Pistographic Writing), dan zodiac.
c. Zaman Logam.
Zaman ini berlangsung dari abad 20 SM sampai abad 6 SM.
Pada zaman ini pemakaian logam sebagai peralatan sehari-hari, bahkan sebagai
perhiasan, peralatan masak, atau bahkan peralatan perang. Pada zaman Logam
didominasi oleh kerajaan Mesir. Tetapi kerajaan Cina dan Sumeria juga masih
mempunyai peran. Pada masa ini karya-karya yang ada berupa didominasi dengan
alat-alat yang terbuat dari besi dan perunggu. Seni membuat patung juga menjadi
karya fenomenal pada masanya, bahkan sampai saat ini. Contohnya adalah
karya-karya dari Mesir, seperti patung istri raja Fir’aun (Neferitti).
Menurut
Soetriono dan SDRm Rita Hanafie, masa sejarah dimulai kurang lebih 15.000
sampai 600 tahun Sebelum Masehi. Pada masa ini pengetahuan manusia berkembang
lebih maju. Mereka telah mengenal membaca, menulis, dan berhitung. Kebudayaan
mereka pun mulai berkembang di berbagai tempat tertentu, yaitu Mesir di Afrika,
Sumeria, Babilonia, Niniveh, dan Tiongkok di Asia, Maya dan Inca di Amerika
Tengah. Mereka sudah bisa menghitung dan mengenal angka.
2.
Zaman Yunani Kuno
Menurut Bertrand Russel, diantara semua sejarah, tak ada
yang begitu mencengangkan atau begitu sulit diterangkan selain lahirnya
peradaban di Yunani secara mendadak. Memang banyak unsur peradaban yang telah
ada ribuan tahun di Mesir dan Mesopotamia. Namun unsur-unsur tertentu belum utuh sampai kemudian bangsa Yunanilah
yang menyempurnakannya.Zaman ini berlangsung dari abad 6 SM sampai
dengan sekitar abad 6 M. Zaman ini menggunakan sikap an inquiring attitude (suatu
sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis), dan tidak menerima
pengalaman yang didasarkan pada sikap receptive attitude (sikap menerima
segitu saja). Sehingga pada zaman ini filsafat tumbuh dengan subur. Yunani
mencapai puncak kejayaannya atau zaman keemasannya.
Pada
zaman ini banyak bermunculan ilmuwan terkemuka. Ada beberapa nama yang popular pada masa ini, yaitu :Thales (624-545 SM)
dari Miletus, Pythagoras (580 SM–500
SM), Socrates (469
SM-399 SM), Plato (427 SM-347 SM), Aristoteles (384 SM- 322 SM).
3.
Zaman Pertengahan
Zaman ini masih berhubungan dengan zaman sebelumnya.
Karena awal mula zaman ini pada abad 6 M sampai sekitar abad 14 M. Zaman ini
disebut dengan zaman kegelapan (The Dark Ages). Zaman ini ditandai
dengan tampilnya pada Theolog di lapangan ilmu pengetahuan. Sehingga para
ilmuwan yang ada pada zaman ini hampir semua adalah para Theolog. Begitu pula
dengan aktifitas keilmuan yang mereka lakukan harus berdasar atau mendukung kepada
agama. Ataupun dengan kata lain aktivitas ilmiah terkait erat dengan aktivitas
keagamaan. Pada zaman ini filsafat sering dikenal dengan sebagai Anchilla
Theologiae (Pengabdi Agama). Selain itu, yang menjadi ciri khas pada masa
ini adalah dipakainya karya-karya Aristoteles dan Kitab Suci sebagai pegangan.
Ketika Bangsa Eropa mangalami masa kegelapan, kebangkitan
justru menjadi milik Islam. Hal ini dimulai dari munculnya Nabi Muhammad SAW
pada abad ke-6 M, perluasan wilayah, pembinaan hukum serta penerjemahan
filsafat Yunani, dan kemajuan ilmu pengetahuan Islam pada abad ke-7 M sampai
abad ke-12 M. Pada masa ini Islam mandapatkan masa keemasannya (Golden Age).
Selain itu, pada abad ini terjadi perkembangan kebudayaan
di Asia Selatan dan Timur, seperti Ajaran Lao Tse (menjaga keharmonisan
dengan alam) dan Confucius (konsep kode etik luhur mangatur akal sehat).
Pada masa kegelapan ini ilmu pengetahuan di Eropa tidak berkembang. Karya
ilmuwan yang masih menjadi pegangan hanya karya Aristoteles. Pada abad 12 M,
yang diklaim sebagai awal mula zaman Renaissance telah muncul beberapa nama
yang mempelopori di bidang ilmu dan eksperimen, yaitu:Roger Bacon (1214 M - 1294 M), Thomas Aquinas (1225 M -1274 M), Gerard van Cremona (1114 M
-1187
M), Giovanni Boccaccio (1313 M - 1375 M),
4.
Zaman Renaissance
Zaman ini berlangsung pada awal abad 14 M sampai dengan
abad 17 M. Renaissance sering diartikan denagn kebangkitan, peralihan, atau
lahir kembali (rebirth), yaitu di lahirkan kembali sebagai manusia yang bebas
untuk berpikir , dan jauh dari ajaran-ajaran agama. Tokoh-tokoh ilmuwan yang
berpengaruh di masa ini ialah sebagai berikut :
a.
Nicolaus Capernicus (1473 M-1543 M), adalah seorang astronom, matematikawan,
dan ekunom yang berkembangsaan Polandia. Ia mengembangkan Teori Heliosentris
(Tata Surya berpusat di matahari).
b.
Galileo Galilei (1564 M-1642 M), adalah seorang astronom, filsuf, dan fisikawan
Italia yang memiliki peran besar dalam revolusi ilmiah. Sumbangannya dalam
keilmuan antara lain adalah penyempurnaan teleskop (dengan 32 x pembesaran) dan
berbagai observasi astronomi. Dia adalah orang pertama yang melukiskan tata
surya seperti yang kita kenal sekarang.
c.
Tycho Brahe (1546 M-1601 M), adalah seorang bangsawan Denmark yang terkenal
sebagai astronom/astrolog dan alkimiawan. Tycho adalh astronom pengamat paling
menonjol di zaman pra –teleskop. Akurasi pengamatannya pada posisi bintang dan
planet tak tertandingi pada masa itu.
d.
Johannes Kepler (1571 M-1630 M), adalah astronom jerman, Matematikawan dan
astrolog. Ia paling di kenal melalui hukum gerakan planetnya. Kepler
juga ahli optic dan astronomi. Penjelasannya tentang pembiasan cahaya tertuang
dalam buku Supplement To Witelo, Expounding The Optical Part Of Astronomy.
Ia orang pertama yang menjelaskan cara kerja mata.
e.
Fancies Bacon (1561 M-1626 M), adalah seorang filsuf, negarawan dan penulis
Inggris. Karya-karyanya antar lain membangun dan mempopulerkan motodologi
induksi untuk penelitian ilmiah, sering kali disebut metode Baconian.
5.
Zaman modern
Zaman ini sebenarnya sudah terintis mulai dari abad 15 M.
Tetapi, indikator yang nyata terlihat jelas pada abad 17 M dan berlangsung
hingga abad 20 M. Hal ini ditandai dengan ditandai dengan adanya penemuan-penemuan
dalam bidang ilmiah. Menurut Slamet Iman Sontoso, ada tiga sumber pokok yang
menyebabkan berkembangnya ilmu pengetahuan di Eropa dengan pesat, yaitu
hubungan antara kerajaan Islam di Semenanjung Liberia dengan negara Perancis,
terjadinya Perang Salib dari tahun 1100-1300, dan jatuhnya Istambul ke tangan
Turki pada tahun 1453.
Zaman
ini sudah dimulai sejak abad 14 M. zaman ini juga dikenal sebagai masa
rasionalisme yang tumbuh di zaman modern karena munculnya berbagai penemuan
ilmu pengetahuan. Tokoh yang menjadi pioner pada masa ini adalah Rene Decrates,
Isaac Newton, Charles Darwin, dan JJ. Thompson. Keterangan lebih lengkap
sebagai berikut : Isaac Newton (1643 M-1727 M ), Rene Descartes (1596 M-1650
M), Charles Robert Darwin 1809 M-1882 M) ,Joseph John Thompson (1856 M-1940 M),
6.
Zaman Kontemporer
Zaman ini bermula dari abad 20 M dan masih berlangsung
hingga saat ini. Zaman ini ditandai dengan adanya teknologi-teknologi canggih,
dan spesialisasi ilmu-ilmu yang semakin tajam dan mendalam. Pada zaman ini
bidang fisika menempati kedudukan paling tinggi dan banyak dibicarakan oleh
para filsuf. Hal ini disebabkan karena fisika dipandang sebagai dasar ilmu
pengetahuan yang subjek materinya mengandung unsur-unsur fundamental yang
membentuk alam semesta.
Sebagian
besar aplikasi ilmu dan teknologi di abad 21 merupakan hasil penemuan mutakhir
di abad 20. Pada zaman ini, ilmuwan yang menonjol dan banyak dibicarakan adalah
fisikawan. Bidang fisika menjadi titik pusat perkembangan ilmu pada masa ini.
Fisikawan yang paling terkenal pada abad ke-20 adalah Albert Einstein. Selain
kimia dan fisika, teknologi komunikasi dan informasi berkembang pesat pada
zaman ini. Sebut saja beberapa penemuan yang dilansir oleh nusantaranews.wordpress.com
sebagai penemuan yang merubah warna dunia, yaitu: Listrik, Elektronika
(transistor dan IC), Robotika (mesin produksi dan mesin pertanian), TV dan
Radio, Teknologi Nuklir, Mesin Transportasi, Komputer, Internet, Pesawat
Terbang, Telepon dan Seluler, Rekayasa Pertanian dan DNA, Perminyakan,
Teknologi Luar Angkasa, AC dan Kulkas, Rekayasa Material, Teknologi Kesehatan
(laser, IR, USG), Fiber Optic, dan Fotografi (kamera, video).
- Dalam Filsafat ilmu, terdapat cabang-cabang ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
1. Apa yang terkandung
di dalam epistemologi, aksiologi dan ontologi?
JAWAB:
Ontologi
ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan
kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari
persepsi filsafat ilmu tentang apa dan bagaimana (yang) “Ada” itu (being
Sein, het zijn). Paham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau
spiritualisme, Paham dualisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan
paham ontologik yang pada akhimya menentukan pendapat bahkan keyakinan kita masing‑masing
mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang
kita cari.
Epistemologi
ilmu meliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut
untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan ontologik
akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang
akan kita pilih. Akal (Verstand), akal budi
(Vernunft) pengalaman, atau komunikasi antara akal dan pengalaman,
intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal
adanya model‑model epistemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme
atau rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi dengan berbagai
variasinya. Ditunjukkan pula bagaimana kelebihan dan kelemahan sesuatu model
epistemologik beserta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu seped teori
koherensi, korespondesi, pragmatis, dan teori intersubjektif.
Akslologi
llmu meliputi nilal‑nilai (values) yang bersifat normatif
dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita
jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan
sosial, kawasan simbolik atau pun fisik‑material. Lebih dari itu nilai‑nilai
juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine qua non yang
wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di
dalam menerapkan ilmu.
EPISTEMOLOGI
Cabang ilmu filsafat yang secara khusus menggeluti pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menyeluruh dan mendasar tentang
pengetahuan disebut epistemologi. Istilah “epistemologi” berasal dari kata
Yunani episteme = pengetahuan dan logos = perkataan, pikiran,
ilmu. Kata “episteme” dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja “epistemai”,
artinya menunjukkan, menempatkan, atau meletakkan. Maka, harfiah episteme
berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam
kedudukan setepatnya. Selain kata “episteme”, unutk kata “pengetahuan” dalam
bahasa Yunani juga dipakai kata “gnosis” maka istilah kata epistemologi dalam
sejarah pernah disebut juga gneseologi. Sebagai kajian filosofis yang membuat
telaah kritis dan analitis tentang dasar-dasar teoritis pengetahuan,
epistemologi kadang juga disebut teori pengetahuan (theory fo knowledge;
Erkentnistheorie).
Sebagai cabang ilmu filsafat, epistemologi bermaksud mengkaji dan mencoba
menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari pengtahuan manusia. Bagaimana
pengetahuan itu oada dasarnya diperoleh dan diuji kebenarannya? Manakah ruang
lingkup atau batas-batas kemampuan manusia untuk mengetahui? Epistemologi juga
bermaksud secara kritis mengkaji pengandaian-pengandaian dan syarat-syarat
logis yang mendasari dimungkinkannya pengetahuan serta mencoba memberi
pertanggungjawaban rasional terhadap klaim kebenaran dan objektivitas.
Pertanyaan pook “bagaimana saya tahu bahwa saya dapat tahu?” mau dijawab secara
seksama.
Epistemologi atau filsafat pengetahuan pada dasarnya juga merupakan suatu
upaya rasional untuk meninbang dan menentukan nilai kognitif pengalaman manusia
dalam interaksinya dengan diri, lingkungan, sosial, dan alam sekitarnya. Maka,
epistemologi adalah suatu disiplin ilmu yang bersifat evaluatif, normatif dna
kritis. Evaluatif berarti bersifat menilai, ia menilai apakah suatu keyakinan,
sikap, pernyataan pendapat, teori pengetahuan dapat dibenarkan, dijamin
kebenarannya, atau memiliki dasar yang dapat dipertanggungjawabkan secara
nalar. Normatif berarti menentukan norma atau tolok ukur, dan dalam hal ini
tolok ukur dalam kenalaran bagi kebenaran pengetahuan. Epistemologi sebagai
cabang ilmu filsafat tidak cukup hanya memberi deskripsi atau paparan bagaimana
proses manusia mengetahui itu terjadi (seperti dibuat oleh psikologi kognitif),
tetapiperlumembuat penentuan man ayng betul dan mana yang keliru berdasarkan
norma epestemik. Sedangkan kritis berarti banyak mempertanyakan dan menguji
kenalaran cara maupun hasil kegiatan manusia mengetahui. Yang dipertanyakan
adalah baik asumsi, cara kerja atau pendekatannyang diambil, maupun kesimpulan
ang ditarik dalam pelbagai kegiatan kognitif manusia.
Cara kerja atau metode pendekatan epistemologi sama dengan ciri khas
pendekatan filosofis terhadap gejala pengetahuan. Pengetahuan bukan hanya
menjadi objek ilmu filsafat tetapi juga ilmu-ilmu lain seperti ilmu sosiologi
kognitif dan sosiologi pengetahuan. Yang membedakan ilmu filsafat seara umum
dari ilmu-ilmu lain bukannlah objek materialnya atau apa yang menjadi kajian,
tetapi objeke formal atau cara pendekatannya: bagaimana objek yang dijadikan
bahan kajian itu didekati. Ciri khas cara pendekatan filasfat terhadap objek
kejiannya tampak dari enis pertanyaan yang diajukan dan upaya jawaban yang
diberikan. Filsafat berusaha secara kritis mengajukan dan mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyan yang bersifat umum, menyeluruh, dan mendasar.
Berdasarkan cara kerja atau metode pendekatan yang diambil terhadap gejala pengetahuan bisa dibedakan beberapa macam epistemologi. Pertama,
epistemologi metafisis, yaitu epistemologi yang mendekati gejala pengetahuan
dengan bertitik tolak dari pengandaian metafisika tertentu. Epistemologi ini
berangkat dari suatu paham tertentu tentang kenyataan, lalu membahas tentang
bagaimana manusia mengetahui kenyataan tersebut. Plato misalnya meyakini bahwa
kenyataan yang sejati adalah kenyataan dalam dunis ide-ide, plato dalam
epistemologinya memehami kegiatan mengetahui sebagai kekuatan jiwa mengingat (anamnesis)
kenyataan saja yang pernah dilihatnya dalam dunia ide-ide. Ia juga secara
tegas membedakan antara pengetahuan (episteme), sebagai sesuatu yang
bersifat objektif, universal dan tetap tak berubah, serata pendapat (doxa),
sebagai suatu yang bersifat subjektif, partikular dan berubah-ubah.
Kedua, epistemologi skeptis sebagaimana
pandangan Rene Descartes yang bermaksud membultikn dahulu apayang dapat
diketahui sebagai sungguh nyata atau benar benar tak dapat diragukan lagi
dengan menganggap sebagai tidak nyata atau keliru segala sesuatu yang
kebenarannya masih dapat diragukan. Kesulitan dengan metode pandekatan ini
adalah apabila orang sedah masuk skeptisisme dan onsistendengan sikapnya, maka
tak mudah menemukan jalan keluar . skeptisime Des Cartes adalah sketisisme
metodis yaitu: suatu strategi awal untuk meregukan segala sesuatu degnan maksud
agar dapat sampai ke kebanaran yang tidak dapat diragukan lagi. Ia menolak
argumen untuk membuktikan kebenaran pengetahuan berdasarkan otoritas
(keagamaam) sebagaimana dilakukan pada abad Pertengahan.
Ketiga, epistemologi kritis yang
berangkat dari asumsi, prosedur dan kesimpulan pemikiran akal sehat atau pun
asumsi, prosedur dan kesimpulan pemikiran ilmiah sebagaimana ditemukan dalam
kehidupan kemudian ditanggapi secara kritis asumsi, prosedur dan kesimpulan
tersbut. Sikap kritis diperlukan untuk lebih memahami sesuatu secara radikal
lewat alasan-alasan yang jelas dan kuat.
Berdasarkan titik tolak pendekatannya dan berdasarkan objek yang dikaji,
epistemologi juga dapat dibagi menjadi dua yaitu epistemologi individual
dan epistemologi sosial. Epistemologi individual berangkat dan
didasarkan atas kegiatan manusia individual sebagai subjek penahu terlepas dari
konteks sosialnya, baik tentang pengetahuan status kognitifnya maupun proses
pemerolehannya. Epistemologi evolusioner (evolutionary epistemology)
atau kadang juga disebut epistemologi alami (natural epistemologi)
termasuk jenis epistemologi individual. Sedangakan epistemologi sosial adalah
kajian filosofis terhadap pengetahuan sbagai batas sosiolagis. Bagi
epistetmologi sosial, hubungan sosial, kepantingan sosisl dan lembaga sosial
dipandang sebagai faktor-faktor yang amat menentukan dalam proses, cara, maupun
pemerolehan pengetahuan.
Epistemologi sangat penting untuk dipelajari karena alasan yang mendasar
dari pertimbangan srategis, pertimbangan kebudayaan dan pertimbangan
pendidikan. Ketiganya berpangkal pada pentingnya pengetahuan pada kehidupan
manusia. Berdasarkan pertimbangan srategis, epistemplogi perlu karena
pengetahuan sendir merupakan hal yang sacara srategis perlu bagi perkembangna
manusia berdasarkan pertimbangan kebudayaan, penjelasan yang pokok adalah
kenyataan bahwa pengtahuan merupakan salah satu unsur dasar kebudayaan. Dari
segi pertimbangan kebudayaan menpelajari epistemologi diperlukan untu mengungkap
pandangan epestimologis yang seharusnya ada dan terkandung dlam setiap
kebudayaan. Sedangkan berdasarkan pertimbangan pendidikan, epistemologi perlu
dipelajari karena manfaatnya untuk bidang pendidikan secara faktual.
ONTOLOGI
Menurut bahasa ontologi ialah
merupakan dari bahasa Yunani yaitu, On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi,
ontologi adalah ilmu tentang yang ada. adapun dalam Kamus Filsafat Ontologi
merupakan suatu studi tentang cici esensial dari Yang Ada dalam dirinya sendiri
berbeda dari studi-studi tentang hal-hal yang ada secara khusus.
Dalam mempelajari yang ada dalam
bentuknya yang sangat abstrak studi trsebut melontarkan pertanyaan seperti:
”Apa itu ada dalam dirinya sendiri?”
”Apa hakekat
ada sebagai ada?” dan cabang filsafat tata cara struktur realitas dalam arti
seluas mungkin, yang menggunkan kategori-kategori seperti: ada/menjadi,
aktualitas/potensialitas, nyata/tampak, perubahan, waktu,
eksistensi/noneksistensi, esensi, keniscayaan, yang-ada sebagai yang-ada,
hal-hal terakhir, dasar.
Ontologi merupakan salah satu kajian
kefilsafatan yang kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut mebahas
keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan
yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada
masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan.
Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air
merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun
yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu
berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap
ada berdiri sendiri).
Menurut Ibnu Khaldun ontologi
merupakan tiori tentang yang wujud (suatu yang wujud) dan kadang-kadang juga
ontologi disamakan dengan metefisika. Metafisika juga disebut sebagai prote-filisofia
atau filsafat yang pertama. Secara istilah ontologi adalah ilmu yang
memperlajari tenatng hakikat yang ada (ultimate reality) baik jasmani/konkret
maupun rohani/abstrak. Didalam pemahaman ontologi ditemukan pandangan-pandangan
seperti monoisme yang menyatakan bahwa hakikat yang asal itu hanya satu. Cabang
dari monoisme ini adalah materialisme yang berpandangan bahwa
hakikat yang asal adalah satu yaitu dari materi, sementara cabang lainnya yaitu
idealisme yang berpandangan bahwa segala yang asal itu berasal dari ruh
(yang bersifat ruhani). Pandangan lainnya adalah dualisme yang
menyatakan bahwa segala sesuatu berasal dari dua unsur yaitu materi dan ruh,
jasmani dan rohani. Pandangan lainnya adalah pluralisme yang menyatakan
bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua
entitas yaitu unsur tanah, air, api dan udara. Ada juga faham nihilisme
yang nampaknya frustrasi menghadapi relaitas. Realitas harus dinyatakan tunggal
dan banyak, terbatas dan takterbatas, dicipta dan takdicipta, semuanya serna
kontradiksi, sehingga lebih baik tidak menyatakan apa-apa tentang realistas.
Pandangan terakhir yang dikemukan oleh penulis adalah agnosticisme yang
merupakan pemahaman yang menolak realitas mutlak yang bersifat trancendental.
Secara sederhana ontologi bisa
dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara
kritis. Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni:
1. Naturalisme (kenyataan yang bersifat
kealaman)
2. Meterialisme (kenyataan yang
bersifat benda mati)
3. Idialisme (Kenyataan yan bersifat
rohani)
4. Hylomorfisme (yang sungguh ada
keculai berupa Tuhan dan Malaikat berupa bahan bentuk)
5. Empirisisme
logis (segenap pernyataan mengenai “kenyataan” yang tidak mengandung makna).
Objek Formal Ontologi dan Metode
dalam Ontologi
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas.
Bagi pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah,
telaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran
materialisme, idealisme, naturalisme, atau hylomorphisme. Sedangkan menurut
Al-Farabi dan Ibnu Zina objek pemikiran menjadi objek sesuatu yang mungkin ada
karena yang lain, dan ada karena dirinya sendiri.
Metode pembuktian dalam ontologi oleh Laurens Bagus di bedakan menjadi dua,
yaitu: pembuktian a priori dan pembuktian a posteriori. Pembuktian a priori disusun dengan
meletakkan term tengah berada lebih dahulu dari predikat; dan pada kesimpulan
term tengah menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan. Sedangkan pembuktian a
posteriori secara ontologi, term tengah ada sesudah realitas kesimpulan; dan
term tengah menunjukkan akibat realitas yang dinyatakan dalam kesimpulan hanya
saja cara pembuktian a posterioris disusun dengan tata silogistik.
AKSIOLOGI
Aksiologi dalam skema besar filsafat berisi logika, etika
dan estetika. Logika adalah bagian ilmu filsafat yang mempelajari kesahihan
premis-premis secara benar dan tepat sesuai aturan-aturan logis matematis.
Etika merupakan bagian filsafat yang membicarakan problem nilai-nilai dalam
kaitanya dengan baik atau buruknya tindakan manusia secara individu maupun
dalam masyarakat. Sementara estetika sering diidentikkan dengan filsafat seni
yang dalam pengkajiannya diutamakan membahas dimensi keindahan dan nilai rasa
baik dalam karya seni, seni itu sendiri, maupun pemikiran-pemikiran tentang
seni dan karya seni.
Filsafat pendidikan merupakan
refleksi kritis dan filosofis terhadap urgensi dan keberadaan pendidikan di
pandang dari perspektif kefilsafatan hingga mencapai pemahaman radikal dan
menyeluruh tentang apa itu pendidikan. Dalam konteks aksiologi, permasalahan
pendidikan dapat dipersoalkan. Ketepatasasan metode pembelajaran dalam
pendidikan harus dapat diuji secara logis matematis, dimana segala sesuatu yang
pantas diajarkan biasanya menuntut kepastian metodologi.
Logika membantu perumusan
materi-materi pembelajaran dan menyeleksi apakah suatu materi layak atau tidak
untuk diajarkan. Pendidikan membutuhkan alat bantu berupa rasio akal budi, yang
dari rasio inilah prinsip-prinsip logika dapat muncul dan dipelajari. Dalam
ranah etika, pendidikan dirumuskan sebagai sarana untuk mencapai tujuan etis.
Tujuan yang dimaksud adalah menjawab pertanyaan tentang pentingnya pendidikan
yang sarat nilai dan isi moral manusia. Melalui kajian etika, penentuan tujuan
dan orientasi pelaksanaan pendidikan dapat lebih jelas dan terarah. Sedangkan
dimensi estetika lebih mengarah pada bagaimana pendidikan dapat dirumuskan
sedemikian rupa sehingga penyampaian materi pendidikan dapat diterima secara
teratur dan tersistematisasi.
Hal ini menunjukkan perlunya
nilai-nilai seni dalam pendidikan. Seni yang dimaksud adalah seni mengajarkan
atau seni menyusun argumentasi dan bahan ajar pendidikan. Dengan demikian,
dimensi aksiologi yang mempersoalkan nilai-nilai dalam perspektif filsafat
dapat menyumbang perumusan nilai-nilai etis yang terkandung dalam pendidikan.
Melalui kajian aksiologi, tujuan penyelenggaraan pendidikan dapat dirumuskan
guna mencapai cita-cita pendidikan yang diarahkan untuk kebaikan dan
kemaslahatan umat manusia.
2. Ada tiga
fungsi ilmu, yaitu fungsi eksplanatif, prediktif, dan kontrol. Jelaskan tiga
fungsi itu dengan contoh dalam bidang pendidikan.
JAWAB:
Teori yang tersusun secara sistematis
mempunyai beberapa fungsi tertentu, yaitu fungsi ekspanatif, fungsi prediktif,
dan kontol.
1) Fungsi ekspanatif yaitu fungsi menjelaskan. Yang
dimana sebuah teori harus mampu menjelaskan hubungan antara peristiwa yang satu
dengan yang lainya dalam ruang lingkup pengalaman empiris. Teori Durkheim
tentang hubungan antara keterisolasian social dengan tekanan psikologis dapat
dipergunakan untuk menjelaskan tingginya angka bunuh diri diantara berbagai
kelompok agama yang berbeda-beda tingkat partisipasi setiap anggotanya. Factor
kemampuan ekspalanif ialah ; (1) kesederhanaan strukturnya, ( 2) kecermatan
penjelasan, ( 3) relevansi terhadap penomena yang berbeda-beda. Contoh: Teori Durkheim tentang
hubungan antara keterisolasian social dengan tekanan psikologis dapat
dipergunakan untuk menjelaskan minat siswa dalam mengikuti pelajaran dikelas.
2) Fungsi prediktif yaitu fungsi ramalan atau
prakiraan. Jika suatu teori dapat menjelaskan hubungan antara pendidikan dengan
pendapat masyarakat, maka ia dapat memperkirakan suatau pendapat masyarakat
yang memperhatikan tingkat perkembangkan pendidikan. Sifat prediktif ialah
probaliti, jika langit mendung dengan awan hitam yang menutupinya, maka akan
turun hujan. Langit mendung adalah fakta, sedangkan turun hujan bersifat
kemungkinan belum tentu terjadi. Prediksi dengan sifat probilitis itu dapat
diterapkan dalam tiga jenis situasi. Yang pertama; untuk waktu yang akan
datang. Pengetahuan kita terdapat waktu lampau dan waktu sekarang dapat
diterapkan untuk waktu yang akan datang. Penerapan yang keduua adalah untuk
tempat yang berbeda. Apabila pendidikan dapat menaikan pendapatan suatu
masyarakat, maka kita dapat menerapkan pada masyarakat lain yang belum pernah
kita amati. Penerapan yang ketiga adalah di dalam kelompok social yang lebih
besar. Jika pengetahuan yang kita dapat dari kelompok yang kecil, maka dapat
diterapkan dalam kelompok social yang lebih besar.
3) Fungsi control, teori tidak
hanya menjelaskan dan memperkirakan, tetapi juga mampu mengendalikan peristiwa
supaya tidak mengarah pada hal-hal yang negative. Contoh: keberhasilan Ujian
Nasional dikarenakan beberapa factor anatara lain siswa, guru, lingkungan,
orang tua, sekolah dan pemerintah, bukan hanya karena kepandaian siswa saja.
SUMBER
BACAAN:
Amsal, Bahtiar. 2006. Filsafat
Ilmu. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Praja, S Juhaya, 2003. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika.Jakarta.Prenada
Media
Suriasumantri, J.S. 2007. Filsafat Ilmu Sebuah
Pengantar Populer. Jakarta: PT Pancarintan Indahgraha
Wiramihardja A, Sutardjo. 2006. Pengantar
Filsafat. Psi. PT. Refika AditamaYamin, martinis.2011. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada press
4 comments:
(y)
(y)
good :)
banyak jenis mata kulliah yang di selesaikan dg baik oleh bapakk . Selamat dan lanjutkan pak !!! ;D
Post a Comment